PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah memahami pengertian
bimbingan dan konseling pada materi sebelumnya, kami dalam makalah ini akan
menguraikan berbagai hal yang menjadi landasan pelayanan bimbingan dan
konseling. Landasan tersebut meliputi landasan filosofis, religius, psikologis,
sosial budaya, pedagogis.
Landasan dalam
bimbingan dan konseling pada hakikatnya merupakan faktor-faktor yang harus
diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama
dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Salah satu landasan
bimbingan
dan konseling ialah landasan psikologis.Landasan ini merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dengan bidang lainya.
Karena landasan ini mengenai perilaku atau kejiwaan dari seseorang.
Paparan tentang tinjauan
psikologis tentang manusia, serta hakikat tentang tujuan dan tugas kehidupan
manusia. Pemuliaan kemanusiaan manusia sebagai makhluk Tuhan menjadi focus
pembahasan. Berdasarkan fenomena yang dideskripsikan
dalam latar belakang masalah di atas, berikut : makna landasan psikologis dan kajian psikologis yang
perlu dipelajari konselor.
PEMBAHASAN
A.
MAKNA LANDASAN PSIKOLOGIS
Landasan prikologis dalam BK
memberikan pemahaman tentang tingkah laku individu yang menajadi sasaran Hal
ini sangat penting karena bidang garapan bimbingan dan konseling adalah tingkah
laku klien, yaitu tingkah laku yang perlu diubah atau dikembangkan untuk
mengatasi masalah yang dihadapi
Untuk keperluan bimbingan dan konseling sejumlah
daerah kajian dalam bidang psikologi perlu dikuasai, yaitu tentang:
1.
Motif dan motivasi
2.
Pembawaan dasar dan lingkungan
3.
Perkembangan individu
4.
Belajar, balikan dan penguatan
5.
Kepribadian[1]
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat
memberikan pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi
sasaran layanan Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian
psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah :
1.
Motif dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang
berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli
yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa lapar, bernafas
dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti
rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya.
Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan dan digerakkan,– baik dari
dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi
ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku instrumental atau aktivitas tertentu yang
mengarah pada suatu tujuan.
2.
Pembawaan dan Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan
mempengaruhi perilaku individu. Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa
sejak lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek
psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan darah, bakat,
kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu. Pembawaan pada dasarnya
bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan
mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu berada. Pembawaan
dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada individu yang memiliki
pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau bahkan rendah. Misalnya
dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi (jenius), normal atau bahkan sangat
kurang (debil, embisil atau ideot). Demikian pula dengan lingkungan, ada
individu yang dibesarkan dalam lingkungan yang kondusif dengan sarana dan
prasarana yang memadai, sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya dapat
berkembang secara optimal. Namun ada pula individu yang hidup dan berada dalam
lingkungan yang kurang kondusif dengan sarana dan prasarana yang serba terbatas
sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya tidak dapat berkembang dengan
baik.dan menjadi tersia-siakan.
3.
Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya
individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya,
diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan
kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa teori tentang perkembangan
individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan, diantaranya :
a.
Teori dari McCandless tentang
pentingnya dorongan biologis dan kultural dalam perkembangan individu.
b.
Teori dari Freud tentang dorongan
seksual.
c.
Teori dari Erickson tentang
perkembangan psiko-sosial.
d.
Teori dari Piaget tentang
perkembangan kognitif
e.
Teori dari Kohlberg tentang
perkembangan moral
f.
Teori dari Zunker tentang
perkembangan karier
g.
Teori dari Buhler tentang
perkembangan social
h.
Teori dari Havighurst tentang
tugas-tugas perkembangan individu semenjak masa bayi sampai dengan masa dewasa.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya,
konselor harus memahami berbagai aspek perkembangan individu yang dilayaninya
sekaligus dapat melihat arah perkembangan individu itu di masa depan, serta
keterkaitannya dengan faktor pembawaan dan lingkungan.
4.
Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep
yang amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar,
seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan
belajar manusia mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti
perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan
memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah
tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda
perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun
psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperlukan prasyarat
belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan dari kematangan atau
pun hasil belajar sebelumnya.
Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan belajar terdapat
beberapa teori belajar yang bisa dijadikan rujukan, diantaranya adalah:
a.
Teori Belajar Behaviorisme
b.
Teori Belajar Kognitif atau Teori
Pemrosesan Informasi
c.
Teori Belajar Gestalt. Dewasa ini
mulai berkembang teori belajar alternatif konstruktivisme.
5.
Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan tentang
kepribadian secara bulat dan komprehensif.. Dalam suatu penelitian kepustakaan
yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey,
2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda.
Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan
tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa
kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem
psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri.
Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003) mengartikan penyesuaian diri sebagai
“suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental
dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional,
frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan
tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan
unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu
satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur
psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi
kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga
menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam
berinteraksi dengan lingkungannya.
Untuk menjelaskan tentang
kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah banyak
dikenal, diantaranya : Teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, Teori Analitik
dari Carl Gustav Jung, Teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan
Sullivan, teori Personologi dari Murray, Teori Medan dari Kurt Lewin, Teori
Psikologi Individual dari Allport, Teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull,
Watson, Teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin
Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang mencakup :
a.
Karakter; yaitu konsekuen
tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang
pendirian atau pendapat.
b.
Temperamen; yaitu disposisi
reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan
yang datang dari lingkungan.
c.
Sikap; sambutan terhadap objek
yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
d.
Stabilitas emosi; yaitu kadar
kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah
tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa.
e.
Responsibilitas (tanggung jawab),
kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan.
Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari
resiko yang dihadapi.
f.
Sosiabilitas; yaitu disposisi
pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti: sifat pribadi
yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling
dan dalam upaya memahami dan mengembangkan perilaku individu yang dilayani
(klien) maka konselor harus dapat memahami dan mengembangkan setiap motif dan
motivasi yang melatarbelakangi perilaku individu yang dilayaninya (klien).
Selain itu, seorang konselor juga harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek
potensi bawaan dan menjadikannya sebagai modal untuk memperoleh kesuksesan dan
kebahagian hidup kliennya. Begitu pula, konselor sedapat mungkin mampu
menyediakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan segenap potensi bawaan
kliennya. Terkait dengan upaya pengembangan belajar klien, konselor dituntut
untuk memahami tentang aspek-aspek dalam belajar serta berbagai teori belajar
yang mendasarinya. Berkenaan dengan upaya pengembangan kepribadian klien,
konselor kiranya perlu memahami tentang karakteristik dan keunikan kepribadian
kliennya. Oleh karena itu, agar konselor benar-benar dapat menguasai landasan
psikologis, setidaknya terdapat empat bidang psikologi yang harus dikuasai
dengan baik, yaitu bidang psikologi umum, psikologi perkembangan, psikologi
belajar atau psikologi pendidikan dan psikologi kepribadian.[2]
[1]
Prayitno dan Erman Amti,Dasar-Dasar Bimbingan Dan
Konseling, (Jakarta: PT Rineka Cipta,2008) hal.155
[2] http://alessiezaris.blogspot.com/2012/02/8-landasan-bimbingan-konseling.html
diakses 11 Januari 2014