Subkhanallah Artikel yang
luar biasa, artikel ini kami copy agar
bisa dibaca menginspirasi kaum laki-laki dan perempuan yang mau menikah. Menerima
apa adanya
Sebelum
Aku Sah Berdiri Satu Shaf di Belakangmu, 5 Hal Ini Harus Kamu Tahu
Wai | Jun
27, 2015
Bertemu denganmu adalah nikmat besar yang tak
bisa aku dustakan. Sungguh aku tak sabar menanti hari dimana "kau"
dan "aku" menjadi "kita".
Akhirnya, aku akan tinggal bersama pria takdir yang telah lama kucari dan
kunanti. Kali ini, izinkan aku menyampaikan 5 hal yang ada di kepalaku,
agar kau bisa mempertimbangkannya sebelum aku sah berdiri satu shaf di
belakangmu.
1. Bersamamu, aku ingin menumbuhkan cinta yang mempersatukan kita hingga di
Surga nanti.
Semoga cinta ini tidak menyakiti, tapi mempersatukan
di Surga via
https://nurmancunk.wordpress.com/category/keluarga-sakinah/
Maafkan aku karena pernah salah mencintai. Aku pernah menitipkan hatiku
pada seseorang yang dulu kukira adalah kamu. Tentu saja akhirnya tidak indah.
Hatiku patah. Namun perjalanan itu memberiku pelajaran besar, bahwa mencintai
manusia adalah hal yang salah karena semua manusia pasti akan pergi. Sedangkan
hanya Dia Yang Abadi.
Karena itu, jika telah bersatu, aku ingin kita lebih berhati-hati dalam
mencintai. Akan kuletakkan hatiku di sebelah hatimu. Bersama-sama, kita isi
kedua hati ini dengan kecintaan kepada Dia Yang Maha Menciptakan. Bersama-sama,
kita bangun keluarga yang saling menguatkan untuk terus mengejar ridhoNya.
Bersama-sama, kita lahirkan anak-anak yang lurus akidahnya, santun akhlaknya,
dan luas pengetahuannya.
Bersama-sama, kita bangun keluarga yang menebar manfaat untuk banyak orang.
Jika suatu hari nanti Dia meminta salah satu dari kita kembali padaNya, tidak
akan ada lagi hati yang tersakiti. Karena tahu bahwa cinta ini akan
mempersatukan kita lagi di surgaNya nanti.
2. Sudah lama aku hidup sendiri. Semoga kamu bersabar mendampingiku
berbenah diri.
Bersabarlah mendampingi. Aku akan berbenah diri via
http://iqraa.com/mediastorage/images/news954.jpg
Aku terbiasa tidur di kamar kos yang
sekedar-nyaman-untuk-tidur-sepulang-kerja saja. Karena sudah terlalu lelah
berjuang di tengah kemacetan Jakarta, aku tak peduli lagi dengan kabel-kabel
charger yang melintang ke sana kemari di lantai kamar. Paginya, sering
kali aku kebingungan memilih baju sebelum berangkat kerja dan berujung pada
tatanan baju di dalam lemari yang berantakan setiap hari.
Selama ini, pelembab wajah, pelembab bibir, dan bedak bayi cukup bagiku
karena yang kupedulikan hanya AC kantor yang membuat kering wajah dan bibir.
Jika tidak ada momen penting, aku jarang sekali merias diri. Aku juga sudah
lama terbiasa dengan makanan apa-saja-yang-gampang. Jangan tanya gizi, yang
penting bisa
delivery.
Banyak lagi yang harus dibenahi untuk hidup bersamamu. Aku ingin kamu tak
perlu berpikir soal pakaian karena sudah kupilihkan saat kamu masih
terlelap. Saat kamu bangun, kamar kita sudah tertata sehingga nyaman digunakan
untuk sholat subuh berjamaah. Kemudian aku memasak—setidaknya aku bisa membuat
sarapan yang memberikanmu cukup energi.
Lalu aku belajar merias diri agar senang hatimu jika melihatku. Lisan dan
perilakuku juga harus dibenahi agar bisa menyejukkan hatimu
ketika pulang mencari nafkah. Masih banyak lagi yang harus
kubenahi. Semoga kamu bersedia bersabar mendampingi.
3. Ajari aku menjadi bagian dari keluargamu, kamu pun begitu.
Katanya, menikah akan memperluas rezeki. Setidaknya, aku ingin mendapatkan
rezeki berupa limpahan kasih sayang dari keluarga baru: orangtuamu, saudaramu,
dan seluruh anggota keluarga besarmu. Kamu tahu, sifat manusia tidak sama. Aku,
saudaraku, dan orangtuaku saja sering tidak sepaham untuk beberapa
hal. Apalagi aku dan keluargamu yang jelas berbeda latar belakang dan
budaya.
Ajarkan aku bahasa ibumu, hal yang disukai dan tidak disukai saudaramu,
dan nilai-nilai yang dipegang keluargamu. Semuanya. Aku ingin bisa menyatu
dengan mereka agar kelak aku bisa menjadi anak dari orangtuamu dan bagian dari
keluarga besarmu. Kuharap kau pun bersedia belajar untuk menjadi anak dari
orangtuaku, kakak bagi adik-adikku, dan bagian dari keluarga besarku.
Dengan begitu, pernikahan kita akan menjadi simpul yang mengeratkan dua
keluarga yang saling menyayangi.
4. Kita fokus bangun keluarga baru. Tapi jangan sampai melupakan keluarga
kita.
Aku tak bisa mendapatkan pendamping yang luar biasa sepertimu, tanpa
pengorbanan orangtuamu sejak 25 tahun yang lalu. Pun kamu tak bisa mendapati
aku sebagai “aku” tanpa pengorbanan orangtuaku. Karena itu, sambil membangun
keluarga baru, kita harus tetap berusaha maksimal untuk berbakti kepada
orangtua kita.
Orangtua memang tak mengharapkan apapun selain
kebahagiaan kita. Mereka juga tak ingin mengganggu anaknya yang sedang
sibuk membangun keluarga baru. Tapi pasti jauh di lubuk hati, mereka
selalu merindukan kehadiran kita. Kita bisa mulai dengan yang
sederhana, seperti membelikan ibu peralatan masak yang baru untuk mengisi
waktu senggangnya, membelikan ayah barang yang berhubungan dengan
hobinya, atau bisa juga mengajak mereka liburan bersama.
Jauh lebih penting dari itu semua, kita harus
meluangkan waktu untuk menelepon atau sekedar chat setiap
hari untuk sekedar bertanya kabar hari ini. Dengan begitu, semoga mereka tetap
merasa memiliki kita walaupun kita sudah hidup terpisah dari mereka.
5. Apa yang akan kita lalui indah, tapi tidak
akan mudah. Semoga kamu tidak menyerah.
Awal pernikahan pasti indah karena kita bisa
bersatu dengan orang yang paling kita cintai. Seiring berjalannya waktu, kita
mulai menemui kekurangan masing-masing. Mungkin kita akan bertengkar karena
beberapa hal tak berjalan sesuai keinginan kita. Kata penelitian, wanita lebih
sering berfikir dengan emosi, sedangkan pria mampu berfikir lebih logis.
Tentu saja, aku tetap akan berusaha berfikir
tanpa emosi untuk mengambil keputusan yang tepat. Namun jika aku terlalu
terlalu emosi dan ingin menyerah, kumohon kamu tetap tegar. Kamu adalah imam
yang di tanganmu terletak segala keputusan. Seberapa kecilpun keinginanku untuk
mempertahankan keluarga kita ketika itu, tetap ujung lidahmu saja lah yang
menentukan apakah kita tetap bersama atau berpisah.
Kumohon, jangan menyerah! Seberapa
sulit pun rintangan yang harus kita jalani, seberapa besar pun keinginanku
untuk menyerah, jika kamu masih melihat ada kemungkinan keluarga ini untuk
terus berjalan menuju keridhoan-Nya, tolong jangan kabulkan permintaan bodohku!
Jika kamu tidak keberatan dengan semua yang
kupinta ini, maka Bismillah, aku siap berjalan satu shaf di belakangmu.